Sasa Chalim Tegaskan Hari Santri Sebagai Ujian Akhlak dan Keteguhan Santri

DPRD Lampung150 views

Axelerasi.id – Di tengah gegap gempita peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025), dr. Sasa Chalim memilih berbicara dengan nada yang lebih tenang dan dalam.

Bagi anggota DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi PKB ini, peringatan hari santri tahun ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan cermin ujian besar bagi dunia pesantren dan santri di Indonesia.

“Kalau kita lihat, Hari Santri tahun ini benar-benar penuh ujian sekaligus pelajaran besar,” ujar legislator yang akrab disapa Ning Sasa, Rabu, 22 Oktober 2025.

“Di satu sisi, kita berduka atas musibah ambruknya bangunan pondok pesantren yang menelan korban jiwa. Di sisi lain, ada tayangan televisi nasional yang viral karena dianggap melecehkan kiai dan kehidupan pesantren.”

Dua peristiwa itu, kata Ning Sasa, datang beriringan dengan momentum Hari Santri seolah menjadi pengingat bahwa menjadi santri bukan hanya soal sarung dan kitab. “Tapi juga soal keteguhan hati, kesabaran, dan akhlak dalam menghadapi ujian zaman,” tuturnya.

Ning Sasa menilai, santri masa kini hidup di dua dunia dunia nyata dan dunia digital. Karena itu, tantangan mereka tidak lagi terbatas pada kehidupan pondok, melainkan juga di ruang publik, terutama media sosial.

“Ketika pesantren difitnah, kiai dihina, atau ada isu yang digoreng di media sosial, jangan kita ikut terbakar amarah. Kita jawab dengan tabayyun, dengan akhlak, dengan cara para kiai tenang, tapi tegas,” ujarnya.

Sebagai Sekretaris Fraksi PKB DPRD Lampung, Ning Sasa mengaku prihatin terhadap sebagian media yang dinilainya kurang sensitif terhadap nilai-nilai pesantren.

Namun, ia menegaskan bahwa menjaga marwah pesantren kini menjadi tanggung jawab kolektif santri di era digital.

“Tugas santri sekarang bukan hanya ngaji, tapi juga menjaga marwah pesantren di ruang publik, termasuk di media sosial,” katanya.

Ia menambahkan, Hari Santri kali ini menjadi ujian bagi mental dan adab para santri.

“Apakah kita ikut marah dan membalas caci, atau tetap memegang adab dan menebar kedamaian di situlah ukuran santri sejati,” ujarnya.

Menutup perbincangan, Ning Sasa mengutip pesan klasik dari para kiai: ilmu tanpa adab adalah bencana.

“Kalau kita benar-benar ingin menjaga nama pesantren, jaga dulu cara kita bersikap. Santri itu bukan lemah, tapi kuat karena sabar dan kesabaran itu sedang diuji sekarang,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *