Axelerasi -Pemerintah Pusat berencana tidak menaikkan tarif cukai rokok pada 2026. Wacana yang digulirkan Kementerian Keuangan ini dimaksudkan untuk memperkuat industri rokok sekaligus menekan peredaran rokok ilegal.
Anggota Komisi III DPRD Provinsi Lampung, Munir Abdul Haris, menyambut baik langkah itu. Ia menilai kenaikan cukai rokok dalam beberapa tahun terakhir justru membawa dampak negatif, mulai dari pabrik yang gulung tikar hingga petani tembakau yang semakin terhimpit.
“Banyak pabrik yang gulung tikar, tenaga kerja dirumahkan, dan kualitas produksi menurun karena harga rokok semakin mahal. Akhirnya masyarakat beralih ke rokok ilegal,” kata Munir di Bandar Lampung, Rabu, 1 Oktober 2025.
Politikus PKB itu bahkan mendorong agar pemerintah menurunkan tarif cukai rokok. Menurutnya, kebijakan itu akan menjadi bentuk keberpihakan nyata terhadap industri dalam negeri dan petani tembakau. “Cukai rokok bahkan perlu diturunkan, bukan hanya tidak dinaikkan,” ujarnya.
Munir menambahkan, industri rokok resmi selama ini menyerap jutaan tenaga kerja lokal sekaligus memberi kontribusi besar terhadap penerimaan negara. Jika kebijakan cukai tidak berpihak, ia khawatir dampaknya akan luas: pabrik tutup, petani kehilangan mata pencaharian, dan konsumsi rokok ilegal semakin meningkat.
“Rokok ilegal jelas-jelas tidak memberi kontribusi untuk pendapatan negara. Karena itu, kami mendukung wacana pemerintah pusat tetap tidak menaikkan cukai rokok pada tahun 2026. Bahkan, kalau bisa diturunkan,” kata Munir.
Di sisi lain, ia juga menyoroti langkah pemerintah yang membuka pasar bagi rokok elektrik dan sintetis. Meski kerap dipromosikan lebih ramah kesehatan, Munir menilai produk itu tetap merugikan industri lokal.
“Rokok elektrik dan sintetis bukan produk dalam negeri. Penyerapan tenaga kerja juga tidak sebesar industri kretek berbasis tembakau lokal,” ucapnya.
Menurut Munir, alasan kesehatan yang digunakan pemerintah dalam mendorong konsumsi rokok elektrik juga tidak sepenuhnya tepat. “Semua rokok sama-sama berisiko bagi kesehatan. Kalau benar demi kesehatan, seharusnya ada pendekatan komprehensif, bukan sekadar mengganti produk,” katanya.