Axelerasi.id – DPRD Provinsi Lampung tengah menggulirkan wacana pengusulan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang larangan perilaku LGBT.
Langkah ini diambil sebagai respons atas keresahan masyarakat terhadap fenomena sosial yang dinilai menyimpang dari norma agama dan budaya lokal.
Anggota Komisi V DPRD Lampung dari Fraksi PKB, dr. Sasa Chalim, menilai kemunculan komunitas LGBT di Bandar Lampung sebagai persoalan serius yang tak bisa dianggap sepele.
“Munculnya grup komunitas gay di Bandar Lampung menjadi sinyal peringatan bagi kita semua bahwa gerakan LGBT di Provinsi Lampung semakin menunjukkan eksistensinya,” tegas Sasa.
Ia menyebut, meningkatnya eksistensi kelompok LGBT berpotensi memengaruhi lingkungan sosial, terutama generasi muda. Karena itu, menurutnya, pemerintah perlu mengambil langkah preventif sebelum dampaknya semakin meluas.
Sebagai tenaga medis, Sasa mengaku kerap menemukan pasien dengan penyakit menular seksual yang memiliki riwayat hubungan sesama jenis. Hal ini, katanya, bukan sekadar wacana.
“Fakta ini menunjukkan bahwa keberadaan LGBT di Lampung nyata adanya, dan sangat mungkin jumlahnya lebih banyak dari yang terlihat,” jelasnya.
Sasa menegaskan, usulan Raperda ini bukan bentuk diskriminasi terhadap kelompok tertentu, melainkan langkah perlindungan sosial dan upaya menjaga moralitas publik.
“Kita khawatir jika tidak ada aturan yang jelas, maka perilaku menyimpang bisa dinormalisasi dan merusak struktur sosial yang sudah ada,” kata dia.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa DPRD tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia. DPRD bersikap tegas terhadap gerakan LGBT, tetapi tidak kepada individu pelakunya.
“Sikap kita tegas terhadap gerakannya, tetapi tidak menyakiti individunya. Mereka tetap warga negara Indonesia yang harus dihormati hak-haknya,” tegasnya lagi.
Sasa menepis tudingan bahwa pengusulan Raperda ini dilandasi kebencian. Ia menyebut langkah ini sebagai bentuk tanggung jawab moral dan konstitusional dalam menjaga masa depan generasi bangsa.
“Kita mengecam penyebaran dan promosi gaya hidup LGBT, bukan karena benci, tapi karena ini bagian dari upaya menyelamatkan mental dan masa depan anak-anak kita,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Sasa mengajak masyarakat bersikap bijak dalam menyikapi isu LGBT. Ia menegaskan, menolak perilaku bukan berarti membenci pelakunya.
“Menghormati orang bukan berarti menyetujui semua pilihannya. Kita tolak perilakunya, bukan orangnya. Kita juga harus menjaga anak-anak kita agar tidak terpengaruh,” pungkasnya.