Fraksi PKS DPRD Lampung Beri Catatan Khusus Atas Laporan Pertanggungjawaban APBD 2024

DPRD Lampung409 views

Axelerasi.id – Juru Bicara Fraksi PKS DPRD Provinsi Lampung, Syukron Muchtar, menyampaikan sejumlah catatan penting atas Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024 dalam rapat paripurna yang digelar Selasa (1/7/2025).

Fraksi PKS mencatat bahwa realisasi pendapatan daerah hanya mencapai 86,33 persen dari target Rp8,63 triliun, atau selisih sekitar Rp1,18 triliun.

Hal ini dinilai mencerminkan bahwa target pendapatan tidak realistis, atau kinerja pengelolaan pendapatan belum optimal.

Syukron juga mengungkapkan kekhawatiran terhadap defisit riil yang terus berulang akibat akumulasi tekanan likuiditas keuangan daerah sejak 2020 hingga 2023.

“Defisit ini berdampak pada tunda bayar dan menjadi peringatan serius bagi semua pihak,” ujarnya.

Menurut PKS, defisit riil terjadi karena estimasi pendapatan bersifat imajiner dan tidak berbasis pada potensi yang nyata, sementara alokasi belanja seolah-olah riil.

Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan berbasis kepemimpinan yang kuat dari Gubernur, termasuk komitmen terhadap efisiensi dan belanja yang tepat sasaran.

PKS menilai bahwa deviasi dalam realisasi pendapatan bukan semata persoalan teknis fiskal, melainkan gejala kelemahan struktural. Kondisi ini berisiko menimbulkan defisit berkepanjangan yang selama ini ditambal dengan SiLPA sebuah solusi yang tidak berkelanjutan.

“Ketergantungan tinggi terhadap transfer pusat menyebabkan rasio kemandirian fiskal Provinsi Lampung menurun, dan menggerus kredibilitas fiskal di mata mitra pembangunan maupun publik,” ujar Syukron.

Realisasi PAD hanya mencapai 78,42 persen, dengan pos “lain-lain PAD yang sah” hanya terealisasi 9,86 persen.

PKS menyebut kondisi ini menunjukkan minimnya inovasi dalam menggali sumber pendapatan baru serta lemahnya reformasi fiskal daerah.

Sementara itu, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang mencerminkan kinerja BUMD hanya mencapai 45,33 persen.

Hal ini disebut sebagai indikasi buruknya kinerja BUMD, yang diduga mengalami masalah manajemen atau tidak sehat secara bisnis.

Fraksi PKS juga menyoroti realisasi belanja daerah yang hanya mencapai 85,73 persen, mencerminkan rendahnya kualitas perencanaan dan lemahnya daya serap birokrasi.

Yang paling disorot adalah belanja modal yang hanya terserap 64,39 persen dari Rp1,24 triliun.

Belanja untuk infrastruktur dasar seperti jalan, jaringan, dan irigasi hanya terealisasi 53,71 persen.

“Ini bisa menghambat konektivitas antarwilayah dan kesejahteraan masyarakat pedesaan, yang mayoritas tinggal di daerah terpencil,” katanya.

Sebaliknya, realisasi belanja hibah dan bantuan sosial mencapai hampir 95 persen. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait transparansi, efektivitas, dan sasaran dari program-program tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *