Mencari Titik Damai, Dialog Rumah Ibadah di Lampung Dibuka Lewat Musyawarah

Lampung236 views

Axelerasi.id – Kementerian Agama RI melalui Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) bersama Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Lampung memfasilitasi dialog damai guna mengurai persoalan pembangunan rumah ibadah di dua wilayah yang kerap memicu dinamika sosial Bandar Lampung dan Lampung Selatan.

Pertemuan yang digelar menghadirkan berbagai unsur penting, panitia pembangunan gereja, tokoh lintas agama, tokoh adat, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), serta jajaran Kemenag daerah.

Dialog ini menjadi langkah awal membangun kesepahaman di tengah pluralitas masyarakat Lampung yang multikultural.

Kepala PKUB, Muhammad Adib Abdussomad, yang hadir langsung dalam forum tersebut, menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif dan teknik komunikasi lintas sektoral dalam menyikapi polemik pendirian rumah ibadah.

“Dalam masyarakat majemuk, membangun rumah ibadah bukan hanya soal izin mendirikan bangunan. Itu adalah proyek membangun kepercayaan sosial,” ujar Adib, yang juga menyinggung pendekatan khas PKUB seperti Golden Pathways, Structured Democratic Dialogue, dan Harmonising the EGO.

Menurutnya, pendekatan itu bukan jargon akademik semata, tapi praktik yang nyata dalam membangun ruang dialog yang sehat, empati dalam kepemimpinan, dan proses musyawarah yang menjembatani perbedaan.

Plt. Kepala Kanwil Kemenag Lampung, Erwinto, mengamini urgensi pendekatan dialogis dalam menghindari konflik horisontal yang dapat timbul dari kesalahpahaman antarwarga.

“Pendirian rumah ibadah harus dilandasi semangat saling menghormati dan keterbukaan. Komunikasi antar-tokoh agama, tokoh adat, dan masyarakat sekitar adalah kunci,” ujar Erwinto pada Selasa, (3/6/2025). 

Ia menegaskan, pendekatan hukum administratif saja tak cukup. Diperlukan sentuhan sosial dan pendekatan kultural yang menyentuh akar komunitas.

Dalam forum ini, hadir pula panitia pembangunan Gereja Ferdinando di Lampung Selatan dan Gereja Fransiskus Asisi Sukabumi di Bandar Lampung.

Keduanya menjadi contoh kasus aktual yang selama ini menghadapi tantangan di lapangan, baik terkait izin maupun resistensi sosial dari warga sekitar.

Forum dibuka sebagai ruang aman untuk berbagi aspirasi dan keluhan tanpa stigma.

FKUB dan para pemuka agama memainkan peran sentral sebagai jembatan dialog dan peredam potensi konflik.

Pertemuan yang berlangsung dalam suasana hangat ini mengarah pada satu komitmen, membangun mekanisme komunikasi permanen dan inklusif dalam menyikapi pembangunan rumah ibadah ke depan.

Adib menegaskan, bila Lampung berhasil membangun skema dialog ini secara konsisten, maka provinsi ini bisa menjadi model nasional dalam penanganan persoalan rumah ibadah berbasis musyawarah dan keberagaman.

“Lampung bisa jadi laboratorium harmoni. Bukan karena tak ada konflik, tapi karena mampu menyelesaikannya dengan kepala dingin dan hati terbuka,” pungkasnya.

Dialog ditutup dengan kesepakatan bersama untuk menjaga suasana kondusif, mendorong FKUB agar lebih aktif dalam deteksi dini masalah sosial-keagamaan, serta menjamin pembangunan rumah ibadah tetap berada dalam koridor hukum dan nilai-nilai kebersamaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *